Hadist



“Sesungguhnya, apabila seorang suami memandang
isterinya (dengan kasih & sayang) dan isterinya juga
memandang suaminya (dengan kasih & sayang), maka
Allah akan memandang keduanya dengan pandangan kasih &
sayang. Dan apabila seorang suami memegangi jemari
isterinya (dengan kasih & sayang) maka berjatuhanlah
dosa-dosa dari segala jemari keduanya” (HR. Abu Sa’id)

“Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah
berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang
diamalkan oleh jejaka (atau perawan)” (HR. Ibnu Ady
dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah)

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Ar-Ruum
21)

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara
kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. JIKA MEREKA MISKIN ALLAH AKAN MENGKAYAKAN
MEREKA DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas
(pemberianNya) dan Maha Mengetahui.”
(An Nuur 32)

“Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan,
supaya kamu mengingat kebesaran Allah” (Adz Dzariyaat
49)

“Janganlah kalian mendekati zina, karena zina itu
perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk” (Al-Isra
32)

“Dialah yang menciptakan kalian dari satu orang,
kemudian darinya Dia menciptakan istrinya, agar
menjadi cocok dan tenteram kepadanya” (Al-A’raf 189)

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang
keji, dan laki-laki yang keji adalah buat
wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang
baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki
yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)”
(An-Nur 26)

“Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan” ( An
Nisaa : 4)

“Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka,
bukan golonganku” (HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.)

“Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu :
berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan
menikah” (HR. Tirmidzi)

“Janganlah seorang laki-laki berdua-duan (khalwat)
dengan seorang perempuan, karena pihak ketiga adalah
syaithan” (HR. Abu Dawud)

“Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang
telah mampu untuk kawin, maka hendaklah dia menikah.
Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan
pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa
yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena
sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya”
(HR. Bukhori-Muslim)

“Janganlah seorang laki-laki dan wanita berkhalwat,
sebab syaithan menemaninya. Janganlah salah seorang di
antara kita berkhalwat, kecuali wanita itu disertai
mahramnya” (HR. Imam Bukhari dan Iman Muslim dari
Abdullah Ibnu Abbas ra).

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir,
hendaklah tidak melakukan khalwat dengan seorang
wanita yang tidak disertai mahramnya, karena
sesungguhnya yang ketiga adalah syetan” (Al Hadits)

“Dunia ini dijadikan Allah penuh perhiasan, dan
sebaik-baik perhiasan hidup adalah istri yang
sholihah” (HR. Muslim)

“Jika datang (melamar) kepadamu orang yang engkau
senangi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia
(dengan putrimu). Jika kamu tidak menerima
(lamaran)-nya niscaya terjadi malapetaka di bumi dan
kerusakan yang luas” ( H.R. At-Turmidzi)

“Barang siapa yang diberi istri yang sholihah oleh
Allah, berarti telah ditolong oleh-Nya pada separuh
agamanya. Oleh karena itu, hendaknya ia bertaqwa pada
separuh yang lain” (HR. Al-Hakim dan At-Thohawi)

“Jadilah istri yang terbaik. Sebaik-baiknya istri,
apabila dipandang suaminya menyenangkan, bila
diperintah ia taat, bila suami tidak ada, ia jaga
harta suaminya dan ia jaga kehormatan dirinya” (Al
Hadits)

“Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah : 1.
Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah. 2.
Budak yang menebus dirinya dari tuannya. 3. Pemuda / i
yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang
haram” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)

“Wahai generasi muda! Bila diantaramu sudah mampu
menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih
terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara”
(HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)

“Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang
mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu
sebagai umat yang terbanyak” (HR. Abu Dawud)

“Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah
kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku
bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah
umat yang lain” (HR. Abdurrazak dan Baihaqi)

“Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan
sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah”
(HR. Bukhari)

“Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang
hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling
hina adalah kematian orang yang memilih hidup
membujang” (HR. Abu Ya¡Â?la dan Thabrani)

“Dari Anas, Rasulullah SAW. pernah bersabda : Barang
siapa mau bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih
lagi suci, maka kawinkanlah dengan perempuan
terhormat” (HR. Ibnu Majah,dhaif)

“Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah orang-orang
yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah
akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan
menambah keluhuran mereka” (Al Hadits)

“Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau
akan kekayaan lelaki meskipun buruk agama dan
akhlaknya, maka tidak akan pernah pernikahan itu
dibarakahi-Nya, Siapa yang menikahi seorang wanita
karena kedudukannya, Allah akan menambahkan kehinaan kepadanya,
Siapa yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan
memberinya kemiskinan, Siapa yang menikahi wanita
karena bagus nasabnya, Allah akan menambahkan
kerendahan padanya, Namun siapa yang menikah hanya
karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya
atau karena ingin mempererat kasih sayang, Allah
senantiasa memberi barakah dan menambah kebarakahan
itu padanya” (HR. Thabrani)

“Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya,
mungkin saja kecantikan itu membuatmu hina. Jangan
kamu menikahi wanita karena harta / tahtanya mungkin
saja harta / tahtanya membuatmu melampaui batas. Akan
tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab,
seorang budak wanita yang shaleh, meskipun buruk
wajahnya adalah lebih utama” (HR. Ibnu Majah)

“Dari Jabir r.a., Sesungguhnya Nabi SAW. telah
bersabda : Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang
karena agamanya, kedudukan, hartanya, dan
kecantikannya ; maka pilihlah yang beragama” (HR.
Muslim dan Tirmidzi)

“Wanita yang paling agung barakahnya, adalah yang
paling ringan maharnya” (HR. Ahmad, Al Hakim, Al
Baihaqi dengan sanad yang shahih)

“Jangan mempermahal nilai mahar. Sesungguhnya kalau
lelaki itu mulia di dunia dan takwa di sisi Allah,
maka Rasulullah sendiri yang akan menjadi
wali pernikahannya.” (HR. Ashhabus Sunan)

“Sesungguhnya berkah nikah yang besar ialah yang
sederhana belanjanya (maharnya)” (HR. Ahmad)

“Dari Anas, dia berkata : ” Abu Thalhah menikahi Ummu
Sulaim dengan mahar berupa keIslamannya” (Ditakhrij
dari An Nasa’i)

“Adakanlah perayaan sekalipun hanya memotong seekor
kambing.” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Rasulullah Saw melarang laki-laki yang menolak kawin (sebagai alasan)
untuk beralih kepada ibadah melulu.” (HR. Bukhari)

“Sesungguhnya dunia seluruhnya adalah benda (perhiasan)
dan sebaik-baik benda (perhiasan) adalah wanita (isteri) yang sholehah”. (HR. Muslim)

“Rasulullah Saw bersabda kepada Ali Ra: “Hai Ali, ada tiga perkara yang janganlah
kamu tunda-tunda pelaksanaannya, yaitu shalat apabila tiba waktunya,
jenazah bila sudah siap penguburannya, dan wanita (gadis atau janda)
bila menemukan laki-laki sepadan yang meminangnya.” (HR. Ahmad)

“Seorang janda yang akan dinikahi harus diajak bermusyawarah
dan bila seorang gadis maka harus seijinnya (persetujuannya),
dan tanda persetujuan seorang gadis ialah
diam (ketika ditanya). “(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

“Kawinilah gadis-gadis, sesungguhnya mereka lebih sedap mulutnya
dan lebih banyak melahirkan serta lebih rela
menerima (pemberian) yang sedikit.”(HR. Ath-Thabrani)

“Janganlah seorang isteri memuji-muji wanita lain di hadapan
suaminya sehingga terbayang bagi suaminya seolah-olah dia
melihat wanita itu.” (HR. Bukhari)

“Seorang isteri yang ketika suaminya wafat meridhoinya maka
dia (isteri itu) akan masuk surga. “(HR. Al Hakim dan Tirmidzi)

“Hak suami atas isteri ialah tidak menjauhi tempat tidur suami
dan memperlakukannya dengan benar dan jujur, mentaati perintahnya
dan tidak ke luar (meninggalkan) rumah kecuali dengan ijin suaminya,
tidak memasukkan ke rumahnya orang-orang
yang tidak disukai suaminya. “(HR. Ath-Thabrani)

“Tidak sah puasa (puasa sunah) seorang wanita yang suaminya
ada di rumah, kecuali dengan seijin suaminya. “(Mutafaq’alaih)

“Tidak dibenarkan manusia sujud kepada manusia, dan
kalau dibenarkan manusia sujud kepada manusia, aku akan
memerintahkan wanita sujud kepada suaminya karena
besarnya jasa (hak) suami terhadap isterinya.”(HR. Ahmad)

“Apabila di antara kamu ada yang bersenggama dengan isterinya
hendaknya lakukanlah dengan kesungguhan hati. Apabila selesai
hajatnya sebelum selesai isterinya, hendaklah dia sabar menunggu
sampai isterinya selesai hajatnya. “(HR. Abu Ya’la)

“Apabila seorang di antara kamu menggauli isterinya,
janganlah menghinggapinya seperti burung
yang bertengger sebentar lalu pergi. “(HR. Aththusi)

“Seburuk-buruk kedudukan seseorang di sisi Allah pada
hari kiamat ialah orang yang menggauli isterinya dan isterinya
menggaulinya dengan cara terbuka lalu suaminya mengungkapkan
rahasia isterinya kepada orang lain. “(HR. Muslim)

“Sesungguhnya wanita seumpama tulang rusuk yang bengkok.
Bila kamu membiarkannya (bengkok) kamu memperoleh
manfaatnya dan bila kamu berusaha meluruskannya
maka kamu mematahkannya. “(HR. Ath-Thahawi)

“Talak (perceraian) adalah suatu yang halal yang
paling dibenci Allah. “(HR. Abu Dawud dan Ahmad)

“Ada tiga perkara yang kesungguhannya adalah kesungguhan (serius)
dan guraunya (main-main) adalah kesungguhan (serius), yaitu perceraian,
nikah dan rujuk. “(HR. Abu Hanifah)

“Apabila suami mengajak isterinya (bersenggama) lalu isterinya
menolak melayaninya dan suami sepanjang malam jengkel
maka (isteri) dilaknat malaikat sampai pagi. “(Mutafaq’alaih)

“Allah tidak akan melihat (memperhatikan) seorang lelaki yang
menyetubuhi laki-laki lain (homoseks) atau yang
menyetubuhi isteri pada duburnya. “(HR. Tirmidzi)







Adab Pernikahan (Sesuai Sunnah Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam)

 
 
 
 
 
 
3 Votes

Menikah hukumnya adalah Sunnah. Karena Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Menikah itu adalah sunnah ku. Akan tetapi apabila kalian enggan untuk menikah, maka kalian bukan dari golonganku.”. Dan dalam hadits yang lain, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa yang membenci sunnah ku, maka ia bukan termasuk dalam golonganku.”
 
Menikah mempunyai banyak manfaat, diantaranya untuk menghindarkan manusia dari perbuatan zina. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia menikah, karena ia (menikah) dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu (menikah) hendaknya ia berpuasa, sebab ia (puasa) dapat mengendalikan (hawa nafsu) mu.”
Indahnya pernikahan, apabila dilakukan sesuai sunnah Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam. Berikut ini ringkasan dari kitab Adab Zifaf (Etika Pernikahan), karya Syaikh Muhammad Nashirudin Al-Albani, yaitu :
1.        Hendaklah dua sejoli yang akan merajut tali suci pernikahan untuk meniatkan pernikahan yang ia lakukan adalah untuk mencari ridha Allah , untuk membersihkan jiwanya dan menjaga dirinya dari segala yang diharamkan Allah. Karena dengan begitu, pergaulan antar keduanya dicatat sebagai amal ibadah di hadapan Allah.
2.    Saat pertama kali akan melakukan hubungan suami istri, hendaknya suami meletakkan tangannya pada kepala istrinya, seraya membaca basmalah dan doa untuk keberkahan, yaitu  اللَّهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْها، وَبَارِكْ لَهَا فِيَّ  (Ya Allah berkahilah dia untukku, dan berkahilah aku untuknya), dan doa berikut   اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ  (Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah sungguh aku mohon pada-Mu kebaikan wanita ini, dan kebaikan tabiatnya. Dan aku memohon perlindungan-Mu dari keburukannya dan keburukan tabiatnya)
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Jika kalian telah menikahi wanita atau membeli budak, maka peganglah bagian depan kepalanya, ucapkanlah basmalah, berdoalah untuk keberkahannya, dan hendaklah ia mengucapkan… (Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah sungguh aku mohon pada-Mu kebaikan wanita ini, dan kebaikan tabiatnya. Dan aku memohon perlindungan-Mu dari keburukannya dan keburukan tabiatnya)”.
 3.        Shalat Sunnah dua raka’at bersama. Shalat sunnah ini dilakukan ketika akan melakukan hubungan suami istri untuk pertama kali. Kemudian berdo’a,
اللَّهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْ أَهْلِيْ، وَبَارِكْ ِلأَهْلِيْ فِيَّ، اللَّهُمَّ ارْزُقْهُمْ مِنِّيْ، وَارْزُقْنِيْ مِنْهُمْ
اللَّهُمَّ اجْمَعْ بَيْنَنَا مَا جَمَعْتَ فِيْ خَيْرٍ، وَفَرِّقْ بَيْنَنَا إِذَا فَرَّقْتَ فِيْ خَيْرٍ
(Ya Allah, berilah aku berkah dari istriku, (begitu pula sebaliknya) berilah istriku berkah dariku. Ya Allah, berilah mereka rizki dariku, (begitu pula sebaliknya) berilah aku rizki dari mereka. Ya Allah, kumpulkanlah kami jika itu baik bagi kami, dan pisahkanlah kami jika itu baik bagi kami).
Syaqiq bin Salamah mengatakan, “Suatu hari datang lelaki, namanya Abu Huraiz, ia mengatakan: “Aku telah menikahi wanita muda dan perawan, tapi aku khawatir ia akan membuatku cekcok”, maka Abdullah bin Mas’ud r.a mengatakan, “Sesungguhnya kerukunan itu dari Allah, sedang percekcokan itu dari setan, ia (setan) ingin membuatmu benci dengan apa yang Allah halalkan bagimu. Jika kamu nanti menemuinya, maka suruh istrimu shalat dua rokaat dibelakangmu dan bacalah (Ya Allah, berilah aku berkah dari istriku, (begitu pula sebaliknya) berilah istriku berkah dariku. Ya Allah, berilah mereka rizki dariku, (begitu pula sebaliknya) berilah aku rizki dari mereka. Ya Allah, kumpulkanlah kami jika itu baik bagi kami, dan pisahkanlah kami jika itu baik bagi kami)“.
4.        Bermesraan dengan istri, sebelum berhubungan suami istri, misalnya dengan menyuguhkan minuman, atau yang lainnya.
5.        Hendaklah (suami) berdo’a ketika menggauli istri. Do’a nya adalah,
بِسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ، وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
(Dengan nama Allah. Ya Alloh jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari anak yang engkau karuniakan pada kami).
Rasulullah  bersabda, “(Dengan nama Allah. Ya Alloh jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari anak yang engkau karuniakan pada kami). Do’a itu, apabila Allah berkehendak memberikan anak, niscaya setan tidak akan mampu membahayakan anak (itu) selamanya”.
6.       Suami boleh menggauli istrinya di vagina sang istri, dari arah manapun si suami sukai, baik dari depan atau belakang. Sebagaimana firman Allah SWT, “Istri-istri kalian adalah ladang bagi kalian, maka datangilah ladang kalian itu dari mana saja kalian kehendaki” (QS. Al- Baqarah : 223)
7.        Haram hukumnya bagi suami apabila (suami) menggauli istrinya di dubur istrinya. Hal itu merupakan dosa besar. Karena Rasulullah  bersabda,  “Terlaknat orang (suami) yang menggauli para wanita (yaitu istrinya) di dubur nya (yakni lubang anus)”. Syaikh Masyhur mengatakan, “Adapun orang yang menggauli istrinya di duburnya, maka ia telah melakukan tindakan yang melanggar syariat, baik asalnya maupun sifatnya, sehingga ia wajib bertaubat kepada Allah , dan tidak ada kaffarat (tebusan) baginya kecuali bertaubat kepada Allah “.
8.     Berwudhu antara dua sesi berhubungan, dan lebih afdholnya mandi. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Jika salah seorang dari kalian selesai menggauli istrinya, dan ingin menambah (melakukannya) lagi, maka hendaklah ia wudhu, karena itu lebih menggiatkannya untuk melakukannya lagi”.
Mandi lebih afdhol, karena hadits riwayat Abu Rofi’ , “Suatu hari Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam  keliling mendatangi istri-istrinya, beliau mandi di istrinya yang ini, dan mandi lagi di istrinya yang ini. Lalu aku menanyakan hal itu kepada beliau Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Wahai Rasulullah, mengapa tidak mandi sekali saja?”. Beliau Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Karena (mandi berkali-kali) itu, lebih bersih, lebih baik, dan lebih suci”. (HR. Abu Dawud dan yang lainnya, sanadnya hasan).
9.     Suami istri diperbolehkan mandi bersama dalam satu tempat, meski saling melihat aurat masing-masing. Ada banyak hadits yang menerangkan hal ini, diantaranya,
Aisyah r.a mengatakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dari satu tempat air, tangan kami saling berebut, dan beliau mendahuluiku, hingga aku mengatakan, “Biarkan itu untukku, biarkan itu untukku”, ketika itu kami berdua sedang junub.” .
10.    Usai berhubungan, hendaklah berwudhu sebelum tidur, dan lebih afdholnya mandi. Karena hadits riwayat Abdulloah bin Qais , ia mengatakan: Aku pernah menanyakan kepada Aisyah , “Bagaimana Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam dahulu ketika junub, apakah mandi sebelum tidur, atau sebaliknya tidur sebelum mandi?”. Ia (Aisyah)  menjawab, “Semuanya pernah beliau lakukan, kadang beliau mandi lalu tidur, dan kadang beliau wudhu lalu tidur”.  Aku menambahi, “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan perkara ini mudah”.
11.  Jika istri sedang haid, suami tetap boleh melakukan apa saja dengannya, kecuali jima’. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam,  “Lakukan apa saja (dengan istri kalian) kecuali jima’.”
Kaffarat (tebusan) bagi orang yang menjima’ istrinya ketika istrinya sedang haid, sebagaimana diterangkan dalam hadits riwayat Ibnu Abbas , Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam  pernah ditanya tentang suami yang mendatangi istrinya ketika haid, maka Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Hendaklah ia bersedekah dengan satu dinar atau setengah dinar”. Syaikh Masyhur mengatakan, “Yang dimaksud dengan dinar dalam hadits itu adalah dinar emas, dan 1 dinar emas itu sama dengan 1 mitsqol, sedang 1 mitsqol itu sama dengan 4 ,24 gram emas murni”.
12.    ‘Azl (mengeluarkan sperma di luar vagina) diperbolehkan, meski lebih baik ditinggalkan.
Karena perkataan Jabir, “Dulu kami (para sahabat) melakukan ‘azl, di saat Alqur’an masih turun”.  Dalam riwayat lain, “Kami (para sahabat) dulu melakukan ‘azl di masa Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam (masih hidup),  lalu kabar itu sampai kepada beliau Nabi Muhammad ,  akan tetapi beliau Nabi Muhammad  tidak melarang kami (melakukan ‘azl)”.
Namun, lebih baik meninggalkannya sebagaimana sabda Rasulullah , “Azl itu pembunuhan yang samar”.
13.    Setelah malam pertama menggauli istrinya, disunnahkan pada pagi harinya untuk silaturrahim mengunjungi para kerabatnya yang sebelumnya telah datang ke rumahnya, mengucapkan salam kepada mereka, mendoakan mereka, dan membalas kebaikan mereka dengan yang semestinya.
Sebagaimana diterangkan dalam hadits riwayat Anas r.a, ia mengatakan, “Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam pernah mengadakan walimah (resepsi) saat malam pertama beliau menggauli Zainab. Beliau Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam mengenyangkan kaum muslimin dengan roti dan daging, lalu keluar mengunjungi para ibunda mukminin (isteri-isteri beliau yang lain), untuk mengucapkan salam dan mendoakan mereka, sebaliknya mereka juga memberikan salam dan mendoakan Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau melakukan hal itu, pada pagi hari setelah malam pertamanya”. (HR. Bukhari).
14.    Keduanya (suami dan istri) wajib menggunakan kamar mandi yang ada di rumahnya, dan tidak boleh masuk kamar mandi umum, berdasarkan hadits Jabir r.a, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,  ”Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan memasukkan istrinya ke dalam kamar mandi umum”. (HR. Tirmidzi, sanadnya hasan).
Juga hadits riwayat Ummu Darda’, ia mengatakan, “Suatu hari, aku keluar dari kamar mandi umum, lalu Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam berpapasan denganku, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya, “Wahai Ummu Darda’, dari mana?”. Ummu Darda’   menjawab, “Dari kamar mandi umum”. Maka beliau Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sungguh, demi dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah seorang wanita menanggalkan pakaiannya di selain rumah salah satu ibunya, melainkan ia telah merusak tabir yang ada antara dia dan Tuhannya Yang Maha Penyayang”. (HR. Ahmad).
15.    Kedua (suami dan istri) diharamkan menyebarkan rahasia kehidupan ranjangnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam , “Sungguh, orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat nanti, adalah orang yang membuka (aurat) istrinya dan istrinya membuka (aurat)nya, lalu ia menyebarkannya”.  Imam Nawawi mengatakan, “Hadits ini menunjukkan haramnya menyebarkan cerita hubungan suami istri, dan merinci apa yang terjadi pada istrinya, seperti ucapan, perbuatan dan semisalnya.”
Adapun sekedar menyebutkan jima’ (secara global) tanpa ada manfaat dan tujuan, maka hukumnya makruh, karena itu tidak sesuai dengan muru’ah (akhlaq), padahal Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam  telah bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka katakanlah yang baik atau (jika tidak), maka hendaklah ia diam”.
Tapi jika ia menyebutkan hal itu, karena adanya tujuan dan manfaat, seperti mengingkari ketidak-sukaannya pada istrinya, atau istrinya menuduh suaminya impoten, atau semisalnya, maka itu tidak makruh, sebagaimana sabda Rasulullah, “Sungguh aku akan melakukannya, aku dan istriku ini” . Begitu pula pertanyaan Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Abu Tholhah, “Apa malam tadi, kalian telah menjalani malam pertama?” . Dan pesan Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Jabir , “Semangat dan semangatlah”.
16.    Mengadakan walimah (resepsi) wajib hukumnya setelah menjima’ istri, dengan dasar hadits Buraidah bin Hushoib r.a, bahwa ketika Ali bin Abi Thalib menikahi Fatimah Az-Zahra, Rasulullah  mengatakan, “Pernikahan itu harus ada walimahnya (resepsi)”. Juga sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Abdurrahman bin Auf, “Adakanlah walimah, walau hanya dengan (menyembelih) seekor kambing”.
Beberapa sunnah (tuntunan) dalam walimah (resepsi), diantaranya:
Ø  Diadakan selama tiga hari, setelah menjima’ istri. Sebagaimana diterangkan dalam hadits Anas, ia mengatakan, “Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam dulu menikahi Shofiyah r.a, beliau menjadikan anugerah kemerdekaannya sebagai maharnya, dan menjadikan walimah (resepsi) berlangsung tiga hari”.
Ø  Mengundang para sholihin (orang-orang shalih), baik yang kaya maupun yang miskin. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam,  “Janganlah berteman kecuali dengan orang mukmin, dan janganlah menyantap makananmu kecuali orang yang bertakwa”.
Ø  Menyembelih lebih dari satu kambing jika mampu.
Ø  Dianjurkan dalam pengadaan walimah, orang yang mempunyai harta lebih untuk membantu orang yang kurang mampu.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Anas, yang menceritakan kisah menikahnya Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam dengan Shofiyah Anas r.a berkata, “…Hingga ketika Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam di tengah perjalanan pulang, Ummu Sulaim  mempersiapkan Shofiyah  dan menyerahkannya kepada Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam pada malamnya, hingga paginya Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam berstatus arus (pengantin baru). Lalu Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa mempunyai sesuatu, maka hendaklah ia bawa kemari” . Dalam riwayat lain, “Barangsiapa punya makanan lebih, maka hendaklah dia mendatangkannya kepada kami”. Anas  berkata, “Beliau pun menggelar karpet kulitnya, maka mulailah ada orang yang datang dengan keju, ada yang datang dengan kurma, ada juga yang datang dengan lemak, hingga bisa mereka jadikan hais. Kemudian mereka memakannya dan meminum air dari tadahan hujan yang ada di dekat mereka. Begitulah pelaksanaan walimahnya Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam.
Ø  Tidak boleh hanya mengundang orang yang kaya, dan tidak menyertakan orang yang miskin.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Seburuk-buruk makanan adalah hidangan walimah yang hanya diperuntukkan bagi orang-orang kaya, sedang orang-orang miskin dilarang untuk mendatanginya” .
Ø  Wajib bagi yang diundang untuk menghadirinya.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Jika salah seorang dari kalian diundang walimah, maka hendaklah ia menghadirinya”. Juga sabda beliau Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Jika salah seorang dari kalian diundang, maka hendaklah ia menghadirinya, baik itu acara walimah atau pun acara lainnya”. Juga sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam yang lainnya, “Barangsiapa tidak menghadiri udangan, berarti ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya”.
Jika orang yang diundang sedang tidak berpuasa, maka hendaklah orang itu memakan hidangan yang ada. Sedang jika orang itu sedang berpuasa, maka hendaklah ia tetap hadir dan mendoakan yang mengundangnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Jika yang diundang itu tidak puasa, maka makanlah (hidangan yang ada) Sedang jika ia puasa, maka berdoalah untuknya” Jika yang diundang sedang puasa sunnah, ia boleh membatalkan puasanya untuk makan hidangan walimah, sebagaimana diceritakan oleh Abu Sa’id Al-Khudri, “Aku pernah membuatkan hidangan untuk Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam,  lalu Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya mendatangi undanganku. Ketika hidangan disajikan, ada salah seorang berkata, “Aku sedang berpuasa”. Maka Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam  mengatakan, “Saudara kalian ini telah mengundang dan mengeluarkan biaya untuk kalian”, lalu Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan pada sahabat yang sedang berpuasa itu, “Batalkanlah puasamu, dan qodho’lah di hari lain jika kau menghendakinya”.
Ø  Tidak boleh menghadiri undangan walimah, jika ada kemaksiatan dalam acara walimah tersebut, kecuali bila menghadirinya  dengan maksud mengingkarinya dan berusaha menghilangkan kemaksiatan itu. Akan tetapi, apabila kemaksiatan itu tidak bisa hilang, maka orang yang diundang itu harus pulang meninggalkan acara walimah itu.
Sebagaimana kisah sahabat Ali berikut, “Aku pernah membuat makanan, lalu aku mengundang Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam dan beliau pun datang. Tetapi, ketika melihat ada gambar- gambar di rumah, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam langsung kembali. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, bapak dan ibuku ku relakan untuk menebusmu apa yang membuatmu pulang lagi?”. Rasulullah  menjawab, “Karena di rumah itu, ada banyak gambar, padahal para malaikat tidak sudi masuk rumah yang ada gambar-gambarnya”.
17.    Untuk orang yang diundang disunnahkan melakukan dua hal :
Ø  Mendoakan orang yang mengadakan walimah.
Sebagaimana diceritakan oleh Abdullah bin Busr, bahwa bapaknya pernah membuatkan makanan untuk Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam dan mengundangnya, maka beliau pun datang. Selesai makan, beliau mendoakan,
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِي مَا رَزَقْتَهُمْ وَاغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ
(Ya Allah, berkahilah rizki yang kau berikan pada mereka, serta ampuni dan rahmatilah mereka).
Ø  Mendoakan kedua mempelai dengan kebaikan dan keberkahan.
Ada banyak hadits yang  menerangkan hal ini, diantaranya,
Doa Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Jabir r.a,
 بَارَكَ اللهُ لَكَ
(semoga Alloh memberkahimu), atau mengatakan kepadanya,
خَيْرًا
(semoga engkau diberi limpahan kebaikan).
Doa Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Ali r.a,
اللَّهُمَّ بَارِكْ فِيْهِمَا, وَبَارِكْ لَهُمَا فِيْ بِنَائِهِمَا
 (Ya Alloh, berkahilah keduanya, dan berkahilah hubungan keduanya).
Doa kaum wanita Anshar kepada Aisyah,
عَلَى الْخَيْرِ وَالْبَرَكَةِ, وَعَلَى خَيْرِ طَائِرٍ
(selamat atas kebaikan, keberkahan, dan keberuntungan yang besar.
Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam  jika mendoakan orang yang menikah mengatakan,
بَارَكَ اللهُ لَكَ, وَبَارَكَ عَلَيْكَ, وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ
(semoga Alloh memberikan keberkahan padamu, menurunkannya atasmu, dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan).
18.    Pengantin wanita boleh melayani tamu laki- laki, jika tidak menimbulkan fitnah dan mengenakan hijab syar’i.
Sebagaimana hadits Sahl bin Sa’d, ia mengatakan, “Ketika Abu Usaid telah mengumpuli istrinya, ia mengundang Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya, maka tidak ada yang membuat dan menyodorkan hidangan, melainkan istrinya, yaitu Ummu Usaid. Pada hari itu, istrinya lah yang melayani tamu laki- laki.
19.    Boleh juga mengijinkan para wanita untuk mengumumkan pernikahan dengan menabuh duff (rebana) saja, dan melantunkan nyanyian yang dibolehkan (asal baitnya tidak bercerita kecantikan, kata-kata kotor, kemaksiatan dan yang tidak diridhai Allah).
Rubayyi’ binti Mu’awwidz mengatakan, Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam pernah menemuiku di pagi hari malam pertamaku, lalu Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam duduk di atas ranjangku seperti posisimu denganku (sekarang ini), di saat itu ada banyak anak kecil wanita menabuh duff (rebana), mengenang bapak-bapak mereka yang gugur di perang badr, hingga salah seorang anak wanita itu ada yang mengatakan: “Di sisi kita ada Nabi yang tahu hari esok”. Maka Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam menegur wanita itu, “Jangan berkata seperti itu, tapi katakanlah apa yang kau ucapkan sebelumnya”.
20.    Hendaklah meninggalkan hal yang dilarang syariat , terutama ketika acara pernikahan, misalnya:
Ø  Memajang gambar makhluk yang bernyawa di dinding.
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sungguh, rumah yang ada gambarnya tidak dimasuki para malaikat “.
Aisyah mengatakan, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam pernah masuk menemuiku, saat itu aku menutupi lemari kecil dengan kain tipis yang bergambar, (dalam riwayat lain, “yang bergambar kuda bersayap”). Melihat itu, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam langsung merobeknya, dan berubah raut wajahnya. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan, “Sesungguhnya orang yang paling pedih adzabnya di hari kiamat adalah, mereka yang menyaingi ciptaan Allah” . Aisyah mengatakan, Akhirnya kain itu ku potong dan kujadikan satu atau dua bantal.”
Syaikh Muhammad Nasirudin al-Albani berpendapat, “haram menutup dinding rumah dengan kain, meski bukan dengan sutra, karena itu termasuk isrof dan hiasan yang tidak sesuai syariat.”
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menyuruh kita untuk menutupi batu dan tanah”.
Imam Nawawi mengatakan, “Para ulama memakai hadits itu sebagai dalil larangan menutup dinding dan lantai dengan kain, larangan itu adalah karohah tanzih, bukan larangan yang mengharamkan, dan inilah pendapat yang benar.”
Syaikh Abul Fath Nashr Al-Maqdisi (madzhab syafi’i) berpendapat, “haramnya hal itu. Tapi, dalam hadits ini tidak ada yang menunjukkan keharamannya, karena hakekat lafalnya, “Allah tidak menyuruh kita melakukan itu”, ini berarti bahwa hal itu tidak wajib dan tidak sunnah, dan tidak menunjukkan pengharaman sesuatu”.
Ø  Mencabut alis dan lainnya.
Karena Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam melaknat orang yang berbuat demikian (mencabut alis dan lainnya).
Ø  Mewarnai kuku dengan cat (sehingga menutupi jalannya air wudhu).
Adapun sunnahnya adalah mewarnainya dengan hinna’.
Ø  Memanjangkan kuku.
Karena memanjangkan kuku bertentangan dengan fitrah. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Lima hal (yang) termasuk fitrah: “Khitan, mengerik bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak”. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam juga melarang kita membiarkan kuku lebih dari 40 malam, sebagaimana perkataan Anas bin Malik r.a,  “Kami diberi batasan waktu untuk: Mencukur kumis, memotong kuku, mencabuti bulu ketiak, dan mengerik bulu sekitar kemaluan, (yakni) agar kami tak membiarkannya lebih dari 40 malam”.
Ø  Mencukur jenggot.
Karena memelihara jenggot itu wajib hukumnya bukan sunnah, sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam,  “cukur-tipislah kumis dan panjangkanlah jenggot, selisilah kaum majusi”. Jadi, orang yang dengan sengaja enggan untuk memelihara jenggot, maka ia adalah kaum Majusi.
Ø  Mempelai pria mengenakan cincin tunangan dari emas.
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Pakaian sutra dan emas diharamkan untuk ummatku yang laki-laki, dan dihalalkan untuk mereka yang wanita.”
21.  Wajib hukumnya memperlakukan istri dengan baik, dan menuntunnya kepada hal-hal yang halal dan diridhai Allah, khususnya bila istrinya masih muda.
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sebaik-baik kalian, adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik diantara kalian terhadap istriku”. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda, “Berilah nasehat baik pada wanita (istri), karena mereka itu tawananmu”.  Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda, “Janganlah lelaki mukmin membenci wanita mukminah (istrinya), karena jika dia benci salah satu tabiatnya, pasti ada hal lain yang ia sukai”.
Aisyah r.a mengisahkan, “Suatu hari Rasulullah  pulang dari perang tabuk atau perang khaibar. (Saat itu) lemari kecil Aisyah tertutup tirai, lalu berhembuslah angin, yang menyingkap tirai itu, sehingga terlihatlah banyak mainan boneka wanita milik Aisyah r.a. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya, “Apa ini, wahai Aisyah?”, ia menjawab, “Anak-anak perempuanku”. Diantara mainannya itu beliau juga melihat ada boneka kuda bersayap dua yang terbuat dari kain, lalu Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan, “Kalau yang di tengah ini apa?”, Aisyah  menjawab: “itu kuda”. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam menimpali, “terus apa yang di atasnya?”, Aisyah menjawab, “dua sayapnya”, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan, “kuda mempunyai dua sayap?”, Aisyah menjawab, “bukankah engkau pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman  memiliki kuda bersayap?!”. (Mendengar itu) Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallamlangsung tersenyum hingga kulihat gigi-gigi gerahamnya.
22. Sebaiknya suami membantu pekerjaan rumah, bila ada waktu senggang dan tidak sedang lelah. Sebagaimana disebutkan ‘Aisyah, “Dahulu Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam biasa membantu istrinya, dan beliau pergi untuk sholat bila tiba waktunya”. Aisyah  juga mengatakan, “Beliau itu manusia seperti yang lainnya, mencuci pakaiannya, memerah kambingnya, dan membantu istrinya”.
23.    Pesan untuk kedua mempelai,
Ø  Hendaklah keduanya ta’at kepada Allah  dan saling mengingatkan untuk ta’at.
Ø  Hendaklah keduanya menjalankan syariat Allah yang terdapat di dalam Qur’an dan Sunnah, dan tidak meninggalkannya hanya karena taklid, atau adat masyarakat, atau madzhab tertentu, Allah  berfirman,
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
Dan tidaklah pantas bagi mukmin dan mukminah, apabila Alloh dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu hukum dalam urusan mereka, untuk memilih (pilihan lainnya), karena barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya, sungguh ia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata. (Al-Ahzab: 36).
Ø  Hendaklah keduanya menjaga hak dan kewajiban masing- masing. Maka janganlah istri banyak menuntut suaminya. Sebaliknya, janganlah suami memanfaatkan harta dan posisinya sebagai kepala rumah tangga, untuk menzholimi istrinya, seperti memukulnya tanpa ada sebab yang syar’i. Allah SWT berfirman,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Para istri itu memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut, dan para suami itu memiliki kelebihan di atas mereka. Dan Allah adalah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al-Baqoroh: 228)
Mu’awiyah bin Haidah bertanya, “Wahai Rasulullah, apa hak istri atas suaminya?” Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Yaitu, memberinya makan dan sandang jika memintanya, tidak mengatakan ‘Qobbahakilloh’ (semoga Alloh menjadikanmu buruk) (kepada istrinya), tidak memukul wajahnya, (tidak mendiamkannya kecuali di dalam rumahnya)”.
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda, “Orang yang adil akan menduduki singgasana dari cahaya diatas tangan kanan Allah Yang Maha Penyayang, dan kedua tangan- Nya itu kanan, yaitu mereka yang adil dalam mengatur kekuasaannya, keluarganya, dan tanggung jawab yang (di) serahkan padanya.”
Bila keduanya (suami dan istri) tahu akan hal ini dan menerapkannya dengan baik, niscaya Allah
akan menjadikan hidup keduanya baik, tentram, bahagia. Allah berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Barangsiapa melakukan kebajikan dalam keimanan, baik laki-laki maupun perempuan, pasti Kami berikan padanya kehidupan yang baik, dan Kami pasti membalas mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (An-Nahl: 97)
Sabda Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam khusus untuk sang istri, “Bila perempuan mendirikan sholatnya, menjaga kehormatannya, dan mentaati suaminya, ia pasti masuk surga dari pintu manapun ia kehendaki.”
Abu Hurairah mengatakan, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam pernah ditanya, “Siapa wanita yang paling baik?”, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Yaitu wanita yang menyenangkan bila suaminya memandangnya, mentaati bila diperintah, dan ia tidak menyelisihi suaminya karena sesuatu yang dibencinya, baik dengan diri maupun hartanya”
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallambersabda, “Seluruh dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik- baik perhiasan adalah wanita yang sholihah”.
Dari Hushain bin Mihshon, bahwa bibinya pernah menemui Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam karena suatu keperluan. Setelah (keperluan itu) selesai, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya, “Apa anda bersuami?”. “Ya”, jawabku. “Bagaimana sikapmu terhadapnya?” tanya RasulullahShallahu ‘Alaihi Wasallam. “Aku bersungguh-sungguh di dalam (menaati dan melayani) nya, kecuali pada hal yang tidak ku mampui”, jawabku. Maka Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Lihatlah bagaimana hubunganmu dengannya. Karena suamimu itu surga dan nerakamu”.
Ø  “Janganlah istri berpuasa selain Puasa Ramadhan saat suaminya bersamanya, kecuali dengan izinnya (suaminy). Dan janganlah istri mengijinkan orang lain masuk rumah saat suaminya bersamanya, kecuali dengan izinnya (suaminya).”

“Jika suami mengajak istrinya ke ranjang, tapi ia tidak menurutinya hingga suaminya marah, maka para malaikat melaknatnya hingga pagi tiba “
 (dalam riwayat lain, “hingga ia kembali (menurutinya)” ).
(dalam riwayat lain, “hingga si suami merelakannya”).
“Seandainya aku boleh menyuruh seseorang untuk sujud kepada orang lain, tentu aku sudah menyuruh istri untuk sujud kepada suaminya.”
“Dan seorang istri tidak akan memenuhi hak Allah atasnya dengan sempurna, hingga ia memenuhi hak suaminya dengan sempurna, hingga seandainya si suami meminta dirinya saat di pelana, maka ia tidak (boleh) menolak ajakannya.”
“Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya ketika di dunia, kecuali istrinya dari kalangan bidadari (di surga) mengatakan padanya, “Janganlah engkau menyakitinya, qootalakillah, karena suamimu itu sebenarnya tamu, yang sebentar lagi meninggalkanmu untuk menemui kami”.

Tidak ada komentar: